Tindakan Perundungan yang Harus Mendapatkan Tindakan Tegas
Oleh :
Kelompok 7 - Kelas XI J
(06) Aulia Nur Fajrina (25) Naefi Luthfia Zahra (27) Nisrina Najla Aisyah (32) Safnarisa Fauziah Hadi
Sangat mengenaskan, di era modern yang seharusnya setiap orang hidup bebas di bawah perlindungan HAM masih ditemukan kasus bullying yang terjadi, baik secara fisik, verbal, terselubung, maupun cyber bullying. Tidak hanya menimbulkan luka atau cedera fisik, korban bullying juga sering kali akan mengalami berbagai trauma psikologis atau luka batin. Perundungan atau rundung dapat mewakili istilah bullying yang bermakna mengganggu korbannya atau mengusik secara terus-menerus seperti melakukan intimidasi, penghinaan, pemalakan, pemukulan, penindasan atau penganggu orang lain yang lebih lemah hingga korban terluka atau depresi.
Kasus perundungan atau disebut bullying termasuk indikasi serius dalam permasalahan problematika yang marak terjadi saat ini, salah satunya dalam lingkungan pendidikan. Baik dilakukan di kota-kota besar ataupun di tempat-tempat terpencil. Maraknya kasus-kasus perundungan inilah yang mungkin mengubah prespektif sebagian peserta didik bahwasanya perundungan adalah tren masa kini.
Wajarnya, bullying merupakan budaya yang ditentang oleh setiap kalangan. Namun seiring berkembangnya zaman prespektif budaya bullying dianggab lumrah dan dijadikan bahan candaan. Fakta ini sangatlah ironis. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan, tempat untuk mencari kawan, dan menjadi ruang aman bagi siswa untuk mengenyam pendidikan demi masa depan mereka, kini menjelma menjadi tempat permusuhan yang mengerikan, bahkan membahayakan nyawa pelajar.
Indonesia mengalami tingkat kekerasan dan perundungan dua kali lipat dibandingkan dengan negara lain.
Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa kasus perundungan di Indonesia telah sampai tahap yang mengkhawatirkan dan bukan merupakan hal yang baru lagi. Tindakan perundungan (bullying) bahkan telah menjadi tradisi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Berdasarkan survei OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2020 - 2035, siswa di Indonesia mengalami tingkat kekerasan dan perundungan dua kali lipat dibandingkan dengan negara lain. Angkanya telah mencapai 41%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kasus perundungan di Indonesia sudah benar-benar parah. Hal ini dapat dibuktikan dari liputan cnnindonesia.com bahwa kasus perundungan di jenjang sekolah menengah atas (SMA) berkisar di angka 18,75%. Sedangkan korban terbanyak adalah peserta didik yaitu 95,4% dengan pelaku yang juga peserta didik yaitu 92,5%.
Mengapa kasus perundungan di Indonesia terus saja meningkat?
Penyebab dari maraknya kasus perundungan saat ini dapat berasal dari banyak faktor. Namun faktor yang sering dijumpai yaitu karena ketidakseimbangan antara korban dengan pelaku bullying. Bisa berupa ukuran badan, kepandaian komunikasi, gender, fisik seseorang hingga status sosial. Selain itu, mungkin karena kasus bullying tersebut kurang mendapat perhatian yang baik dari orang-orang sekitar sehingga banyak jatuh korban. Perhatian yang kurang ini bisa disebabkan karena memang efek bullying yang tidak tampak secara langsung juga tidak terlihat karena banyak korban yang enggan melapor. Entah karena tekanan atau ancaman dari pelaku maupun karena malu mendapat sorotan dari pihak-pihak yang lain.
Kemudian perhatian yang kurang tersebut mungkin juga disebabkan minimnya pengetahuan guru dan orang tua tentang bullying dan dampaknya terhadap anak-anak. Padahal pengetahuan ini sangatlah penting karena dampak buruk perundungan baik bagi korban maupun pelaku tentu saja tidak bisa dianggap remeh, karena hal ini tentunya ikut menyangkut masa depan bangsa. Perundungan tidak lagi bisa disebut suatu penyimpangan sederhana, namun hal ini termasuk tindakan kejahatan dikarenakan dapat menyangkut nyawa seseorang, meskipun itu dilakukan secara verbal fisik juga sosial di dunia nyata maupun maya. Perundungan berimplikasi menyebabkan perasaan seseorang menjadi tidak nyaman, sakit hati bahkan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok. Perundungan yang terjadi secara berkelanjutan seringkali berimbas pada rusaknya mental. Tidak hanya pada objeknya, tetapi akan berdampak pula pada pelakunya. Pelaku akan merasa paling hebat layaknya penguasa.
Hal ini akan berdampak buruk pada keadaan psikologi keduanya. Tak jarang pula objek bullying akan melampiaskan dendamnya pada seseorang maupun sesuatu. Tindakan bullying nyatanya juga berimbas terhadap masa depan generasi bangsa. Beberapa penelitian menunjukkan, bullying menjadi faktor utama yang bisa mempengaruhi prestasi akademik hingga putus sekolah atau lebih parahnya bunuh diri, sehingga masa depan dari peserta didik pun dapat terancam. Masa depan calon penerus bangsa yang terancam mengakibatkan timbulnya kekhawatiran tentang masa depan bangsa. Kualitas seperti apa yang dimiliki bangsa ini di masa depan kelak? Hal ini tentu menjadi indikator yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Dampak dari bullying tidak hanya menjadi masalah sesaat namun bisa menjadi permasalahan jangka panjang. Sebuah penelitian menemukan remaja yang menjadi korban bullying menghadapi risiko masalah kesehatan mental pada saat mereka mencapai usia pertengahan 20-an 40% lebih besar. Lebih buruk, bullying sewaktu remaja bisa meningkatkan peluang pengangguran di kemudian hari sebesar 35%. Korban bullying mengalami risiko kesehatan menurun ketika mereka beranjak dewasa.
Banyak diantaranya terdiagnosa penyakit serius, perokok berat, narkoba dan berisiko gangguan jiwa. Mereka adalah kelompok paling rentan karena emosi mereka tidak teratur, dan tidak adanya dukungan yang kuat untuk mengatasinya. Namun, baik korban ataupun pelaku, semuanya memiliki risiko dua kali lebih tinggi mengalami kesulitan untuk bertahan dalam pekerjaan dan hubungan sosial yang buruk di masyarakat. Dengan demikian, cenderung untuk mengalami kemiskinan di masa depan.
Hal ini tentu menjadi peringatan besar bagi pemerintah maupun orang tua bahwa bullying merupakan masalah nyata yang layak mendapat perhatian dan intervensi untuk dicegah dan perlu tindakan tegas. Jika berbicara soal peraturan yang sudah tertera jelas tentang perlindungan anak, peraturan hanya menjadi peraturan yang tidak terealisasi apabila tidak ada kontrol atau pengawasan dari orang yang punya kewajiban. Sanksi pelaku bullying juga harus sesuai. Baik orangtua maupun guru harus memberikan sanksi tegas jika ketahuan anaknya melakukan bullying kepada orang lain.
Dilihat dari banyaknya kerugian yang ditimbulkan baik bagi korban maupun pelaku seharusnya bullying tidaklah bisa dianggab remeh lagi. Karena selain membahayakan kondisi fisik dan psikologis, nyatanya buah dari bullying juga turut menentukan futurity suatu bangsa.
Memang bukan suatu hal yang mudah untuk dimusnahkan. Namun, berpadu dengan peraturan-peraturan yang tegas serta pengawasan ketat dari pemerintah dan masyarakat sekitar, kami berharap bahwa tren bullying dapat terminimalisir di era sekarang ini.
0 Post a Comment:
Posting Komentar