Tinjauan Kriminologi Terhadap Eksploitasi Seksual Anak pada Masa Pandemi Covid-19

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK PADA MASA PANDEMI COVID-19

Oleh :

Achmad Hambali,S.Pd.,Gr.


 

A.     PENDAHULUAN

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ialah suatu negara hukum dengan perangkat aturan yang mengikat warga negara melalui mekanisme sanksi sebagai pemaksa dalam penegakkanya. Hal ini dibatasi oleh hukum pidana yang mengedalikan perlakuan-perlakuan yang tidak diperbolehkan undang-undang beserta ancaman sanksi di bidang pidana yang bisa dikenakan kepada pelaku. Sehingga, keadaan ini mengakibatkan peraturan perundang-undangan memegang posisi berarti serta strategis sebagai pedoman negara guna mewujudkan tujuan negara yang sudah di formulasikan pada alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Kejahatan merupakan sesuatu istilah yang menggambarkan perlakuan tercela yang diperbuat oleh seseorang atau sebagian orang. Disiplin ilmu yang berakaitan erat dengan kejahatan merupakan hukum pidana serta kriminologi. Kriminologi bersumber dari bahasa latin yang terdiri atas 2 suku kata ialah “crime” yang dalam bahasa Indonesia berarti kejahatan serta “logos” berarti ilmu pengetahuan. Atas dasar itu kriminologi dimaksudkan bagaikan ilmu yang menekuni kejahatan. Kriminologi serta hukum pidana memiliki persamaan ialah objek kajian keduanya yang serupa tentang kejahatan serta mengulas perbuatan jahat itu ternyata perlu untuk diambil aksi preventif serta represif dengan tujuan supaya sang pelaku tidak lagi mengulangi perbuatan tidak terpujinya.

Selama pandemi covid-19, kasus kekerasan terhadap anak jumlahnya cukup tinggi. Berdasarkan data SIMFONI (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, per 1 Januari hingga 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual. Pandemi covid-19 memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan masyrakat baik dari sisi kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan juga politik. Dampak yang signifikan juga terjadi pada kehidupan anak dan keluarganya.

Kekerasan seksual terhadap anak-anak di Kabupaten Sragen sangat memprihatikan dan patut diwaspadai. Dalam kurun waktu 14 bulan terjadi 39 kasus kekerasan. Sragen menyatakan darurat kekerasan seksual terhadap anak. Data yang dihimpun dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Sragen sudah menerima laporan 4 kasus kekerasan seksual anak di bawah umur. Sedangkan pada 2020 lalu terjadi 35 kasus kekerasan seksual terhadap anak anak yang ditangani Pemkab Sragen. (rri.co.id/surakarta).

Kasus kekerasan seksual cukup marak di Kabupaten Sragen, Jateng. Baru sekitar tiga bulan terhitung mulai Januari hingga Maret 2022, sudah terjadi tiga kasus yang melibatkan anak di bawah umur. Dari informasi yang dihimpun, selama tahun 2021 Dinas PPKBPPPA melakukan pendampingan 10 anak perempuan dan satu laki-laki korban kekerasan seksual. Sedangkan tahun 2022, sudah tiga anak menjadi korban. Kasus terakhir di Kecamatan Sambungmacan. (beritakita.net)

Berdasarkan fenomena di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menelaah tinjauan kriminologi terhadap eksploitasi seksual anak pada masa pademi covid-19 di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah.

 

B.     TINJAUAN PUSTAKA

1.      Pengertian anak

Pengertian dan batasan usia anak dapat dilihat dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam kaitan dengan eksploitasi seksual komersial anak, batas umur kedewasaan seksual yang ditertapkan secara legal mejadi penting artinya bagi perlindungan anak.

Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai seorang anak. Batas usia anak adalah pengelompokkan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum.

Menurut undang-undnag Nomor 19 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 5 menyebutkan pengertian anak adalah “manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang di dalam kandungan demi kepentingannya”. Dalam hal ini anak juga mempunyai hak asasi yang melekat pada dirinya yang harus dilindungi dan dihormati.

Menurut Konvensi PBB tentang Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) disahkan oleh Majelsi Umum PBB pada tanggal 20 November 1989 Pasal 1 mendefinisikan seorang anak adalah “setiap orang yang berusia di bawah 18 tahu, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.” (Stephanie Delaney, 2006:10)

Dari gambaran defisini diatas, tampak sudah ada kesesuaian definis anak yaitu antara instrumen internasional dan undang-undnag di indonesia. Konsekuensinya semua warga negara Indonesi yang masih dalam batas umur diatas, berhak memperoleh standar perlindungan sesuai Konvensi Hak Anak.

Pada umumnya Konvensi Anak Internasional menerima bahwa usia 18 tahun merupakan usia yang sesuai untuk menentuka masa dewasa. Menentukan usia yang baku untuk mendefinisikan masa kanak-kanak berpengaruh terhadap bagaimana anak-anak yang menjadi korban diperlakukan oleh hukum. Dengan demikian membakukan usia 18 tahun sebagai usia tanggung jawab seksual secara internasional akan memberi perlindungan yang lebih besar terhadap anak (sekaligus menyadari bahaya mengkriminalisasi anak-anak). Definis legal tentang anak juga akan berpengaruh terhadap pengadilan memperlakukan para pelaku tindak kejahatan.

Berdasarkan pengertian batas usia anak diatas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang usianya dibawah 18 tahun dan belum pernah menikah.

2.      Eksploitasi Seksual

Menurut Kartini Kartono, “Ekploitasi seks berarti penghisapan atau penggunaan serta pemanfaatan relasi sek semaksimal mungkin oleh pihak pria. Sedang komersialisasi seks berarti perdagangan seks, dalam bentuk penukaran kenikmatan seksual dengan benda-benda, materi dan uang” (Kartini Kartono, 2005:217)

Pasal 1 angka 8 Undang-undnag nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak pidana Perdagangan Orang, menjelaskan bahwa : ‘Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiata pelacuran dan pencabulan.

Jadi dapat disimpulkan eksploitasi seksual adalah segala bentuk perlakuan yang menempatkan anak sebagai objek seksual untuk tujuan-tujuan mendapatkan keuntungan.

 

C.     METODE PENELITIAN

Penelitian ini menerapkan penelitian hukum normatif. Peneliti melakukan kajian pada peraturan hukum yang memakai literatur menjadi konsep, teori serta pendapat dari ahli hukum pada permasalahan yang selanjutnya akan dianalisis. Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Pada metode yang menggunakan pendekatan perundang-undangan peneliti butuh untuk paham dengan hierarki dan asas-asas pada aturan perundang-undangan (Asikin & Amirudin : 2012). Sumber bahan hukum menggunakan bahan hukum tersier, sekunder, dan premier. Pengumpulan bahan hukum memakai teknik pencatatan. Bahan hukum yang terkumpul selanjutnya diolah memakai metode interprensi hukum yang secara sistematis, diberikan penafsiran dengan argumentasi untuk mendapatkan suatu simpulan yang bersifat tepat, benar, ilmiah, dan logis sebagai hasil akhir penelitian ini.

D.     HASIL DAN PEMBAHASAN

1.     Gambaran Umum Mengenai Eksploitasi Seksual Anak di Kabupaten Sragen

Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten dimana fenomena eksploitasi seksual anak berkembang, dan jumlah anak korban eksploitasi seksual anak semakin lama semakin meningkat.

Para pelaku kekerasan seksual maupun eksploitasi seksual terhadap anak berasal dari semua alur kehidupan dan latar belakang sosial. Mereka bisa berprofesi apa saja dan berada dimana saja tanpa terkecuali di kabupaten Sragen. Mereka bisa heteroseksual atau homoseksual dan walaupun sebagain besara para pelaku adalah laki-laki tetapi pelaku juga kadang-kadang perempuan.

Kasus kekerasan seksual pada anak di Kabupaten Sragen cukup memilukan. Bahkan, pada awal 2021 ini Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Sragen sudah menerima laporan empat kasus kekerasan seksual anak di bawah umur dan masih duduk di bangku sekolah dasar.

Data DPPKBPPPA Sragen, kasus pada perempuan dan anak di Sragen cukup tinggi. Pada awal tahun 2022 sudah ada tiga kasus. Sedangkan pada 2020 secara akumulasi tercatat 38 kasus yang ditangani DPPKBPPPA Sragen.

Kasus yang ditangani oleh Polres Sragen hingga saat ini antara lain pencabulan yang dilakukan pada anak usia SD. Kasus persetubuhan pada anak di bawah umur, kasus perkosaan pada anak di bawah umur, serta pernikahan usia dini.

 

2.     Faktor Penyebab Terjadinya Eksploitasi Seksual Anak

Banyak faktor yang menyebabkan anak berada pada situasi eksploitasi seksual anak. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh besar (dominan) yang menyeabkan anak berada pada situasi eksploitasi seksual anak di Kabupaten Sragen antara lain :

a.      Kemiskinan

Kemiskinan membuat anak lebih rentan menjadi korban eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual. Hal tersebut dikarena harus memenuhi kebutuhan hidupnya terutama kebutuhan makanan baik untuk sendiri bahkan keluarganya. Yang tidak terpenuhi dapat juga berupa hal-hal tersier, seperti keinginan untuk mempunyai suatu benda namun tidak mempunyai uang untuk membeli benda tersebut. Sehingga mereka berpikir untuk mencari uang dengan cara yang singkat dan mudah yaitu dengan bekerja sebagai PSK atau AYLA. Hal ini dilakukan agar semua keutuhan yang diinginkan terpenuhi secara materil.

 

b.      Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan unit kecil dalam masyarakat yang memegang peranan penting terhadap perkembanga kepribadian anak. Dalam perkembagannya anak membutuhkan uluran tangan dari orang tuanta agar bisa melangsungkan hidup secara layak dan wajar agar terbentuk suatu mental dan karakter yang baik dalam diri anak. Pengaruh keadaan ekonomi yang lemah menyebabkan orang tua lebih fokus pada peningkatan taraf hidup, terlalu sibuk mengurus kepentingannya diluar rumah sehingga jarang sekali berkumpul bersama anak-anak mereka dan kurangnya komunikasi sehingga anak tersebut merasa ditelantarkan sehingga mencari kesenangan diluar rumah sehingga tanpa disadari anak tersebut bertemu dengan orang-orang yang berprilaku tdak baik yang menyebabkan mereka ikut terjerumus ke dunia pengeksplotasian.

Selain itu perlu adanya hubungan yang serasi harmoni dalam suatu keluarga. Apabila hubungan natara orang tua tidak baik bahkan broken home tidak dipungkiri bahwa anak terseut juga mengalami hubungan yang tidak baik pula dengan orangtuanya. Dengan keadaan yang demikian akan menimbulkan kekecewaan bahkan frustasi pada diri anak-anak yang berefek mencari pelampiasan dengan terjun ke dunia pengeksplotasian karena merasa kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orangtua.

 

c.      Lingkungan Pergaulan Anak

Keberadaan anak dalam suatu lingkungan pergaulan yang melihat kebutuan dan gaya hidup teman-teman sebayanya dari keluarga yang mampu segala kebutuhannya dapat terpenuhi dengan mudah, sehingga si anak tersebut terobsesi untuk berkerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang selama ini tidak terpenuhi karena keadaan orang tua yang tidak mampu. Bahkan ada juga ditemukan anak-anak yang awalnya pekerjaan apa saja ditekuninya, namun karena dipengaruhi oleh ajakan teman-temannya yang berawal bekerja di tempat hiburan, cub, karaoke, dan akhirnya juga melayani nafsu sek para lelaki hidung belang yang datang untuk menambah penghasilanya tersebut bahkan diiming-imingkan sesuatu yang sangat dibutuhkan dan di inginkan oleh anak tersebut dan akhirnya anak tersebut menjadi pekerja sex komersial.

 

d.      Kurangnya Penerapan Pendidikan Mengenai Nilai-nilai Agama dan Akhlak Terhadap Anak

Anak yang mendapatkan pendidikan mengenai nilai-nilai agama dan akhlak akan cenderung lebih mudah terpengaruhi hal negatif dari luar dirinya dan lingkungannya karena anak tersebut tidak memahami mana yang baik dan mana yang tidak baik. Untuk itu perlu adanya peran orang tua terlebih dahulu untuk memberikan dan menanamkan sedini mungkin nilai-nilai agama dan akhlak terhadap anak agar anak tersebut lebih mengerti untuk membedakan mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak baik dilakukan.

 

e.      Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Perkembagan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kejahatan. Semua anak yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi adalah beresiko baik yang mereka sadari ataupun tidak mereka sadari. Banyak anak-anak dijadikan sebagai objek foto atau video yang dikrim melalyi ruang cyber. Serta ditemukan pembuatan, penyebaran, dan pengunaan foto-foto fulgar dan video dewasa yang dapat mempengaruhi dan beresiko buruk bagi anak yang melihatnya, dan akhirnya timbul keinginan untuk menirukan apa yang mereka lihat tersebut di dalam kehidupan sehari-harinya. Selain kecanggihan teknologi dalam internet tidak luput menjadi akses oleh pihak-pihak tertentu yang dimanfaatkan untuk pemasaran jual beli anak. Dan ditemui bahwa orang tua mengizinkan anaknya yang masih dibawah umur sebagai pekerja sex dan dipasarkan oleh pihak-pihak tertentu bahkan lintas negara dengan memiliki tujuan untuk mengeksploitasi seksual anak melalui salah satu kecanggihan teknologi antara lain yaitu melalui media internet dan media komunikasi seperti telepon dan handphone.

 

3.     Upaya yang Dilakukan Pemerintah Kabupaten Sragen dalam Menangulangi Tindakan Eksploitasi Seksual Anak

Upaya penanggulangan dapat dilakuakn dengan dua cara yaitu dengan tindakan preventif (pencegahan) maupun tindakan represif (penanggulangan), yaitu :

a.     Tindakan preventif sebagai berikut :

1)      Memberikan penyuluhan secara intensif kepada orang tua untuk memberikan perlindungan bimbingan, serta pengawasan terhadap anak-anak mereka tentang kemungkinan terjadinya tindakan eksploitasi seksua terhadap anak.

2)      Memberikan penyuluhan kepada anak-anak tentang pemahamn eksploitasi seksual agar anak tidak mudah terpengaruh dari pihak manapun dan dapat menahan godaan terhadap pengaruh negatif dari ajakan teman-teman dilingkungan sekitarnya.

3)      Perlu adanya pembinaan hukum serta sosialisasi secara menyeluruh kepada orangtua dan masyarakat tentang bahaya eksploitasi secara menyeluruh kepada orang tua dan masyarakat tentang bahaya eksploitasi seksual dan larangan melakukan eksploitasi terhadap anak baik itu eksploitasi secara ekonomi maupun seksual.

4)      Perlu adanya partisipasi masyarakat sekitar serta korban eksploitasi tersebut untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum jika mengetahui dan melihat adanya eksploitasi seksual terhadap anak oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

 

b.    Tindakan represif

1)      Mengambil tindakan tegas terhadap pelaku eksploitasi seksual terhadap anak yang tidak bertanggung jawab, meskipun pelaku tersebut adalah orang tua dan keluarganya.

2)      Meningkatkan tindakan peraziaan terhadap anak yang dieksploitasi secara seksual di tempat-tempat praktik seperti di hotel, di rumah kontrakan, rumah kost, dan di cafe atau club hiburan malam.

3)      Mengefektifkan sanksi yang ada tegas dan memperberat sanksi pidana yang ada terhadap pelaku sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 88.

 

E.     SIMPULAN DAN SARAN

1.     Simpulan

Eksploitasi seksual terhadap anak semakin marak terjadi pada anak-anak di Kabupaten Sragen, dalam hal ini walaupun sudah ada UU yang mengatur tentang Perlindungan Anak, namun belum dapat memberikan perlindungan terhadap anak.

Bahwa ada beberapa faktor penyebab terjadinya tindak pidana eksploitasi seksual di kabupaten Sragen, namun penyebabnya adalah karena pengaruh keadaan ekonomi miskin yang tidak mampu memenuhi segala kebutuhan anaknya, pengaruh lingkungan tempat anak tersebutbergaul yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan karakter anak serta orang tua yang sibuk mengatasi keadaan ekonominya yang sulit sehingga melalaikan perannya sebagai orang tua yang dapat mengakibatkan terjadinya tingkah laku negatif pada anaknya serta pengaruh teknologi dan situs-situs yang dapat memicu anak untuk ke hal-hal negatif.

Eksploitasi seksual anak bersifat terorganisir dan rapi sehingga alam penertiban tidak mendapatakan hasil yang maksimal. Serta kurangya laporan adanya eksploitasian anak; seharusnya masyarakat yang mengetahui adanya eksploitasian anak diwajibkan untuk melapor kepada aparat penegak hukum atau lembaga lain yang bersangkutan agar kasus tersebut dapat ditindak lanjuti dan memberikan efek jera terhadap pelaku pengeksploitasian anak.

 

2.     Saran

Dilakukan penyebarluasan dan atau sosialisasi secara merata disetiap tingkat masyarakat sebagai salah satu cara dan sarana memaksimalkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi dan pemerintah secepatnya mencarikan solusi agar tindak pidana pengeksploitasian anak dapat dicegah dan anak mendapaykan perlindungan serta dapat mencarikan solusinya serta harus ada komitmen dari semua pihak baik pemerintah sebagai pelaksana peraturan maupun dari orang tua dan masyarakat untuk secara bersama-sama menjalankan dan melaksanakan Undang-Undang Perlindungan Anak, demi tercapaiinya tujuan dari Undang-Undang tersebut yaitu memberikan perlindungan kepada anak-anak dari segala jenis tindakan eksploitasi karena sesempurna apapun suatu peraturan tidak akan pernah berarti apa—apa jika tidak dilaksanakan dengan benar oleh semua pihak.

 

F.      DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Z. & Amiruddin. 2012. Penganter Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Delaney, Stephanie (ECPAT Internasional). 2006. Melindungi Anak-anak dari Eksploitasi Seksual dalam Situasi Bencana dan Gawat Darurat. Penerjemah ECPAT Indonesia dan Ramlan Medan : kelompok ECPAT di Indonesia (Koalisi Penghapusan ESKA)

Gosita, Arif. 2004. Masalah Perlindungan Anak. PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia : Jakarta.

Isha’an, Mulato. 2021. “Sragen Darurat Kekerasan Seksual Anak, 2020-2021 Terjadi 39 Kasus”. https://rri.co.id/surakarta/daerah/981529/sragen-darurat-kekerasan-seksual-anak-2020-2021-terjadi-39-kasus. (diakses : 22 april 2022, Pukul 14.00 WIB)

Kartini, Kartono.2005.Patologi Sosial Jilid I. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Tokasapu, tohar.2022. “Pengaruhi Penilaian KLA, Kasus Kekerasan Seksual Anak di Sragen Tergolong Tinggi”. https://beritakita.net/pengaruhi-penilaian-kla-kasus-kekerasan-seksual-anak-di-sragen-tergolong-tinggi. (diakses : 22 April 2022, Pukul 14.15 WIB)

Undang-undang Dasar Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999. Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

 

 

0 Post a Comment:

Posting Komentar