PENDIDIKAN MAJU, INDONESIA MAJU

 PENDIDIKAN MAJU, INDONESIA MAJU

 


Achmad Hambali

Email : hambaliachmad88@gmail.com

 

Indonesia merupakan sebuah negara besar, salah satu negara yang memiliki populasi penduduk paling banyak di dunia dan negara yang mempunyai kekayaan alam yang begitu melimpah. Selain sumber daya alam dan sumber daya manusia yang begitu besar, Indonesia juga mempunyai kekayaan budaya yang luar biasa sehingga menjadi salah satu daya tarik wisatawan mancanegara untuk datang dan belajar di Indonesia.

Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang begitu melimpah tidak diimbangi dengan keunggulan sumber daya manusianya. Artinya banyak generasi sekarang yang tidak begitu memperhatikan pendidikannya, mereka lebih cenderung berpikir bagaimana caranya bisa mendapatkan uang banyak dan kehidupan yang mapan tanpa memperhatikan prosesnya. Pola pikir yang beginilah yang bisa merusak dan menggerus generasi muda untuk tidak bisa melangkah ke depan. Disaat anak-anak di negara lain sudah bisa menciptakan robot dan kecanggihan teknologi, anak-anak di Indonesia masih sibuk menikmati hasil dari anak-anak negara lain.

Disuatu kesempatan ada anak-anak Indonesia yang berprestasi menciptakan sebuah karya yang inovatif, disisi lain tidak ada dukungan dari pemerintah bahkan banyak kalangan yang meremehkan bahkan menghina sehingga membuat jatuhnya mental anak-anak bangsa ini. Bangsa ini lebih bangga menggunakan produk dari bangsa lain bahkan seakan mendewakannya, hingga sampai lupa bahwa bangsa kita juga bisa memproduksi hal serupa. Bangsa kita dipuja di negara lain, akan tetapi dihina di bangsa sendiri. Itulah kenyataan yang sedang dilanda oleh negara kita tercinta ini.

Permasalahan bangsa ini begitu kompleks, dilain pihak ada lembaga yang ingin melihat Indonesia berprestasi di kancah internasional lewat program yang mereka rencanakan, disisi lain ada pihak yang tidak menginginkan hal itu terjadi karena dianggap mengeksploitasi anak dengan program mereka. Hal ini tentunya membuat pemerintah dan berbagai pihak seakan dihadapkan dengan situasi yang rumit bagai buah simalakama.

Maraknya informasi di media sosial dan situs-situs di dunia maya membuat sebagian rakyat  tidak lagi bisa membedakan mana informasi yang benar dan salah. Kemampuan untuk memilah dan memilih informasi yang tersebar di dunia maya tidak lagi bisa terkontrol karena adanya kebencian kepada seseorang yang sudah ditanamkan oleh beberapa pihak yang berkepentingan. Rasa benci yang sudah membekas di hati membuat ramai dan gaduh di dunia maya sekarang ini, apapun yang sedang dilakukan oleh seseorang tersebut entah benar atau salah akan bermakna semua salah bagi si pembenci itu.

Pejuang kemerdekaan tentunya akan bersedih di tempat persemayaman mereka jika melihat kondisi bangsa ini yang sedang dilanda krisis moral. Pejuang kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwa, raga, harta, dan nyawa mereka untuk mempersatukan bangsa ini, akan tetapi perjuangan mereka seakan sia-sia karena adanya pihak yang ingin berkuasa dan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya sehingga bangsa ini seakan terbelah menjadi dua bagian.

 

Seberapa pentingnya pendidikan?

Menelaah dari permasalahan diatas tentunya tidak mungkin bisa terjadi jika sumber daya manusia bisa berpikir bijaksana dan mengedepankan rasa memiliki persatuan dan kesatuan sebagai landasan utama hidup berbangsa dan bernegara. Masyarakat yang dengan mudahnya bisa diprovokasi tentunya membuktikan lemahnya pola pikir masyarakat kita sekarang.

Pendidikan sebagai dasar manusia untuk melanjutkan hidup yang lebih baik dengan dilandasi moral dan agama menjadi perisai yang kuat agar kita tidak mudah diprovokasi oleh oknum-oknum yang ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Meskipun sekarang banyak pelajar dan mahasiswa dijadikan sebagai alat untuk melakukan aksinya, tentunya kita tidak bisa serta merta menyalahkan pelajar dan mahasiswa tersebut. Manajemen pendidikan yang salah akan menciptakan sumber daya manusia yang salah pula. Memproteksi diri dengan nilai-nilai moral pancasila akan menjadikan manusia yang siap membela kepentingan negara diatas kepentingan lainnya.

Angka putus sekolah dan kenakalan remaja di Indonesia tergolong berada di posisi yang yang membahayakan. Hal ini dikarenakan masih adanya anggapan dari sebagian masyarakat  yang menganggap tidak adanya jaminan masa depan yang nyata apabila mereka melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Banyak sekali di lapangan kita jumpai banyaknya pengangguran yang mempunyai ijazah tinggi dan nilai yang sangat bagus. Hal ini tentunya membuat sebagian masyarakat beranggapan pendidikan bukan jaminan kesuksesan. Tidak sedikit juga orang yang sukses justru orang yang dari pendidikan rendah.

Hal aneh bagi saya di negara ini adalah tentang kualifikasi pendidikan. Misalnya untuk menjadi seorang guru pendidikan minimal harus strata 1 atau sarjana, sedangkan untuk menjadi pejabat negara pendidikan minimal SMA. Tentunya kasus ini mengundang gelak tawa bagi sebagain masyarakat. Banyak perusahaan-perusahaan yang mencari karyawan atau pegawai yang harus berpengalaman, sedangkan pengalaman diperoleh melalui bekerja, jika belum bekerja bagaimana mungkin mendapat pengalaman? Hal ini tentunya membuat orang bingung dan frustasi dalam mencari pekerjaan. Semakin banyak angka pengangguran yang berijazah tinggi, akan memunculkan stigma masyarakat bahwa pendidikan tidak menjamin masa depan yang layak bagi seseorang.

Banyak orang yang berasumsi dan telah menjadi kenyataan bahwa lulusan kampus ternama menjadi jaminan status, posisi/jabatan, jenis pekerjaannya. Kenyataan seperti yang menjadikan orang berlomba-lomba untuk mendaftar di kampus atau lembaga pendidikan ternama agar masa depan mereka sedikit tercerahkan, dan akhirnya kampus atau lembaga pendidikan yang masih merangkak dari bawah akhirnya mendapat sisa calon peserta didik yang tidak diterima dari lembaga pendidikan yang ternama tesebut.

Tentunya pandangan yang salah ini haruslah diluruskan, pendidikan tinggi bukan serta merta menjadi jaminan memperoleh pekerjaan yang layak. Pendidikan tinggi harusnya dijadikan modal utama untuk berinovasi dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang yang membutuhkan bukan malah mencari pekerjaan kesana-sini. Berpendidikan tinggi tentunya harus menjadikan cambuk untuk terus berinovasi agar tidak kalah bersaing dengan orang yang berpendidikan dibawahnya.

Ukuran kesuksesan seorang bukanlah diukur dari seberapa harta yang dimiliki akan tetapi diukur dengan seberapa manfaat kita bagi orang lain. Terkadang hal itulah yang disepelekan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Harta dan jabatan menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang dari sudut pandang hidup bermasyarakat.

 

Kenapa Pendidikan di Indonesia masih saja tertinggal denga negara lain?

Pemerintah sebenarnya sudah berupaya maksimal untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia, akan tetapi kebijkan pemerintah yang telah dibuat selalu kurang matang ketika di lapangan dan selalu terbentur dengan budaya dan kebiasaan masyarakat yang belum bisa menyatu dengan kebijakan tersebut.

Presiden Joko Widodo telah mencanangkan program revolusi mental yang diharapkan untuk membenahi pola pikir masyrakat Indonesia yang masing berpegang teguh dengan kebiasaan dan budaya, yang mengakibatkan revolusi mental yang dicanangkan belum berjalan dengan maksimal.

Kebiasaan terkecil yang kita jauh tertinggal dari negara lain ialah membuang sampah pada tempatnya. Masyarakat kita masih kurang dalam hal pengelolaan sampah, berbanding terbalik dengan negara Singapura yang masyarakatnya telah sadar akan pentingnya membuang sampah diimbangi dengan pemerintah yang memberikan aturan tegas dalam hal ini. Hal yang dianggap remeh akan tetapi mempunyai dampak yang luar biasa untuk mengubah pola kebiasaan masyarakat yang tidak terus menerus hidup dalam ketergantungan pemerintah. Bahkan yang lebih konyol adalah ketika masih banyak masyarakat membuang sampah di sungai dan pemerintah sudah mengingatkan berulang kali bahkan sudah memberikan papan larangan, tetapi masyarakat masih saja melakukan hal yang kurang baik tersebut. Ketika terjadi bencana atau musibah banjir masyarakat akan terus mengutuk dan menyalahkan pemerintah yang merasa bertanggungjawab atas bencana yang terjadi.

Hal itu adalah contoh kecil pola hidup masyarakat yang perlu dibenahi paling mendasar. Kebiasaan membuang sampah sembarangan ini tidak hanya dilakukan oleh orang yang berpendidikan rendah akan tetapi orang yang berpendidikan tinggi pun tak luput dari kebiasaan yang mencoreng citra Indonesia di mata dunia.

Sekolah sebagai tempat menimba ilmu pun tak luput dari kebiasaan yang kurang pantas ini. Tidak sedikit sekolah-sekolah di desa maupun di kota yang tidak mempunyai lahan untuk mengolah sampah, tentunya akan berimbas kebiasaan masyarakat yang dianggap kecil akan tetapi secara perlahan akan mengubah dan membentuk karakter manusia untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Sungguh ironi memang masalah ini, dilain sisi kita ingin mendapatkan pendidikan tinggi, dilain sisi berpendidikan tinggi menjadi beban yang tambah berat bagi kita untuk berbuat lebih baik dalam sudut pandang hidup bermasyarakat.

Berbeda dengan masyarakat di negara-negara maju lainnya, pendidikan tinggi merupakan kebutuhan wajib yang harus dituntaskan oleh masyarakat agar menjadi manusia yang berguna bagi manusia lainya, pendidikan tinggi bukan serta merta sarana mencari pekerjaan yang layak dan menghasilkan harta yang berlimpah. Menurut saya itulah mind set  yang harus ditanamkan kepada masyarakat untuk mengenyam pendidikan tinggi agar menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan menjadikan Indonesia lebih maju di kemudian hari, bahkan Indonesia menjadi negara yang patut diperhitungkan dan disandingkan dengan negara-negara maju lainnya terkait sumber daya manusia yang unggul dan tentunya lebih bermartabat.

Siapa yang bertanggungjawab atas kemajuan Pendidikan di Indonesia?

Berbicara tentang kemajuan Indonesia khususnya pendidikan di Indonesia tentunya merupakan tanggungjawab kita bersama sebagai warga negara yang harusnya mempunyai sikap memiliki, menjaga, dan merawat negara Indonesia dengan setulus hati. Kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik di masyarakat harus dihilangkan. Indonesia tidak perlu malu jika meniru hal-hal positif yang bisa kita adopsi dari negara-negara maju misalnya negara-negara eropa.

Modernisasi yang kita adopsi dari negara-negara barat justru  bertentangan dengan budaya kita sebagai orang timur. Misalnya cara berpakaian orang-orang di negara barat banyak sekali diadopsi oleh anak-anak muda Indonesia yang seharusnya diperlukan filterisasi untuk itu. Kenapa bukan budaya-budaya positif yang kita adopsi, misalnya membuang sampah pada tempat yang disediakan, bekerja waktu tepat waktu, dan hal-hal positif lainnya. Namun anak-anak muda Indonesia dikatakan belum modern jika belum meniru budaya barat dalam hal berbusana yang sangat bertentangan dengan adat ketimuran bangsa Indonesia yang berpegang pada norma kesopanan dalam berpenampilan.

Prestasi anak-anak di negara-negara maju yang begitu mengagumkan seakan menjadi berita yang membosankan bagi anak-anak di Indonesia. Ketika anak-anak di negara maju berprestasi seharusnya bisa menjadi cambuk bagi anak-anak Indonesia untuk terus berprestasi mengharumkan bangsa Indonesia di kancah dunia internasional.

Disaat pelajar di negara maju sudah menuai beberapa penghargaan di kancah internasional, justru pelajar di Indonesia disibukkan dengan aksi tawuran antar pelajar dan perbuatan asusila yang tersebar di media sosial. Sungguh ironi, kejadian yang tidak sepatutnya dilakukan oleh orang-orang yang dilabeli sebagai seorang pelajar justru berbuat layaknya bukan seorang yang terpelajar.

Kejadian buruk yang dilakukan oleh seorang pelajar di Indonesia tentunya secara tidak langsung merupakan cerminan pendidikan di Indonesia yang masih jauh tertinggal dari negara-negara lain. Lantas siapakah yang salah? Guru, siswa, orang tua, pemerintah atau sistem pendidikan kita yang layak disalahkan? Tentunya kita tidak berhak menghakimi satu pihak saja, Semua yang terjadi dengan pendidikan di Indonesia sekarang ini tentunya tanggungjawab dari semua stakeholder.

Modernisasi yang tidak terkontrol sekarang ini membuat kita seakan gagap dalam menyikapi keadaan yang ada. Modernisasi yang seharusnya bisa maksimalkan untuk membantu dalam hal-hal positif akan tetapi malah digunakan untuk menjerumuskan para pelajar di Indonesia untuk berbuat kearah yang diluar kewajaran.  Media sosial yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik dan bijak untuk membantu dalam segala hal, digunakan untuk melakukan hal-hal yang kurang baik mulai dari perilaku bullying hingga melakukan penyebaran informasi-informasi yang belum tentu kebenarannya yang berakibat bisa menimbulkan konflik dan perpecahan antar sesama.

Penyebaran informasi bohong atau hoax sekarang ini merupakan bukti lemahnya pola pikir masyarakat Indonesia dalam memfilterisasi informasi yang masuk hanya karena ingin terlihat exist di media sosial sehingga mengorbankan kebenaran sebuah informasi.  Informasi yang bisa memecah belah kedaulatan negara kesatuan Indonesia akan berakibat lebih buruk jika tidak ditangani secara serius dan eksklusif.

Penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya filterisasi dalam penyebaran isu atau berita di media sosial  perlu ditingkatkan agar tidak terjadi hal-hal dikhawatirkan. Ironisnya sekarang ini, guru yang seharusnya bisa mengarahkan peserta didik untuk melakukan hal seperti itu kini malah menjadi salah satu oknum yang melakukannya. Hal ini sangat jelas mencoreng dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat utama dalam melakukan pembentengan dalam menangkis berita-berita radikal yang bisa memecah belah keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.

Pengawasan orang tua kepada anak untuk bermain dengan media sosial juga perlu  diawasi agar tidak berpengaruh dengan berita-berita yang menyesatkan dan lebih cenderung kea rah radikal atau anarkis. Pemantauan orang tua kepada anak dalam penggunaan internet khususnya media sosial juga harus dilakukan secara intensif agar anak-anak kita tidak terjerumus kearah yang tidak kita ingin.

Berita-berita di televisi dan media informasi lainnya akhir-akhir ini gencar menginformasikan berita-berita tentang keterkaitan pelajar atau mahasiswa dalam kegiatan anarkis dan radikalisme yang bisa berakibat buruk bagi keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Bibit-bibit anarkisme kini secara perlahan telah ditanamkan di sekolah-sekolah dan kampus-kampus oleh oknum-oknum yang menginginkan perpecahan di tubuh negara Indonesia tercinta ini.

Anehnya bukan hanya peserta didik dan mahasiswa yang menjadi target penanaman bibit radikalisme, akan tetapi para guru dan dosen pun kini ada yang menjadi target dan aktor dari kegiatan ini. Kegiatan yang menginginkan perubahan ideologi pancasila menjadi ideologi  yang mereka inginkan.

Di salah satu media informasi, banyak kita dengar bahwa pelaku anarkisme bisa dilakukan mulai dari politisi hingga akademisi. Akademisi yang seharusnya bisa menjadi tauladan para peserta didiknya untuk terus merawat dan menjaga keutuhan negara Indonesia ini yang telah diamanahkan oleh para pejuang kemerdekaan lewat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 agar terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara adil dan makmur, seolah-olah ingin diubah dan dirusak oleh oknum-oknum yang mempunyai kepentingannya sendiri dan kelompok untuk menguasai negara Indonesia yang kaya ini.

Anak-anak yang sejatinya tidak tahu menahu terkait yang dilakukan orangtuanya yang ingin menggerus keutuhan negara kini pun menjadi ikut-ikutan apa yang dilakukan oleh orangtuanya tanpa didasari rasa ingin tahu, karena sedari kecil sudah didoktrin oleh pemahaman yang salah dari orangtuanya. Pemerintah lewat kepanjangan tangannya yakni komisi perlindungan anak pun tidak bisa berkutik menyikapi hal seperti ini. Anak-anak yang seharusnya bisa dididik, dibina dan ditanamkan untuk terus mencintai negara Indonesia justru sebaliknya. Rasa benci kepada salah satu oknum yang telah ditanamkan sejak dini oleh orang tuanya menjadi modal dasar untuk membenci pemerintahan yang sah dan tidak adanya lagi rasa cinta terhadap tanah air mereka sendiri.

 

Kapan waktu yang tepat untuk mengubah wajah pendidikan di Indonesia?

Mengubah wajah Indonesia agar menjadi bangsa yang lebih maju dan disegani oleh bangsa-bangsa lain harus dilakukan oleh setiap warga negara mulai dari sekarang, detik ini pula. Tidak ada lagi alasan untuk tidak mencintai negara Indonesia. Pengorbanan dengan darah dan air mata telah dilakukan oleh para pejuang yang rela mengorbankan cinta, harta dan nyawa untuk kemerdekaan negara Indonesia sehingga kita bisa menikmatinya sekarang ini. Lantas kenapa kita mau merawatnya?

Jauh lebih besar pengorbanan pejuang terdahulu dibandingkan dengan sekarang yang cenderung bermodal argument untuk mendapatkan kekuasaan.  Indonesia dibangun dengan perjuangan dan pengorbanan, ideologi pancasila yang sudah disepakati tentunya menjadi harga mati dan sebagai pedoman kita untuk hidup sebagai warga negara Indonesia yang adil, makmur, dan hidup dalam kerukunan dan toleransi.

Janganlah mau untuk diadu domba oleh oknum-oknum yang tidak menginginkan Indonesia maju, bentengi diri dengan rasa cinta kepada tanah air. Oknum-oknum yang menyebarkan isu atau berita hoax hanya akan mengambil keutungan jika Indonesia menjadi bangsa yang lemah, mudah diprovokasi dan diadu domba. Negara-negara yang tidak senang dengan Indonesia tentunya akan mengambil keuntungan dengan situasi dan kondisi sekarang ini.

Untuk itu, proteksi generasi muda Indonesia untuk terus menjaga dan merawat keutuhan negara kesatuan republik  Indonesia agar tidak mudah terprovakasi oleh kepentingan oknum yang ingin memecah belah keutuhan negara dengan jalan pendidikan. Pendidikan menjadi tempat yang tepat untuk memproteksi diri dalam menepis berita-berita yang kurang baik, berita yang lebih cenderung menggiring opini publik kearah perpecahan. Pendidikan menjadi tempat yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai dasar pancasila dan rasa cinta kepada tanah air, sehingga lewat pendidikan pula akan tercipta patriot-patriot yang siap berkorban dan membela kedualatan negara kesatuan republik Indonesia.

Guru dan akademisi sebagai pelaku utama dunia pendidikan diharapkan agar tidak terlibat sebagai oknum yang bisa menjadi penyulut konflik atau gesekan. Sejatinya seorang pendidik adalah cerminan dari peserta didik kita. Sebuah peribahasa mengatakan “guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari”, peribahasa tersebut masih berlaku hingga saat ini. Peribahasa yang menggambarkan jika perilaku seorang guru atau pendidik tidak pantas maka jangan salahkan peserta didik atau siswa melakukan hal yang lebih tidak pantas.

Di era sekarang tanpa bisa kita pungkiri, guru lebih cenderung sebagai profesi yang hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tidak diimbangi dengan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kemanusiaan. Sebagai seorang guru tentunya kita wajib mengetahui kode etik yang melekat dalam diri sebagi seorang guru. Memang tidak semua guru seperti itu, akan tetapi ada beberapa oknum guru yang melakukan tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh seorang guru. Satu guru yang melakukan hal yang tidak terpuji, tentunya akan mencoreng nama profesi guru tersebut.

Di mata masyarakat seorang guru adalah seorang yang serba tahu dan serba bisa, meskipun kenyataannya tidak seperti itu. Terkadang pandangan masyarakat seorang guru selain harus menguasai segalanya, seorang guru tentunya harus menjadi suri tauladan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu guru yang dipandang baik bahkan mulia dimata masyarakat tentunya harus bisa menjaga sikap dan tingkah laku  dalam pergaulan, agar menjadi panutan bagi masyrakat pada umumnya dan bagi peserta didik pada khususnya.

Guru dalam masa sekarang ini mendapatkan tugas tambahan yakni harus bisa menanamkan rasa cinta tanah air, berbangsa, dan bernegara kepada peserta didik agar mereka tidak mudah terpengaruh informasi-informasi yang berterbangan di media sosial yang sangat mudah diakses oleh siapapun tidak terkecuali peserta didik kita. Dengan proteksi cinta tanah air, diharapkan akan bisa meredam informasi-informasi radikal yang bisa menggerus keutuhan negara kesatuan republik  Indonesia.

Langkah apa yang harus dilakukan untuk membenahi pendidikan di Indonensia?

Pendidikan di Indonesia sudah mempunyai kurikulum yang sangat bagus, memang kurikulum di Indonesia berbeda dengan kurikulum di negara-negara lain yang dikategorikan sebagai negara yang mempunyai kualitas pendidikan terbagus di dunia. Kurikulum pendidikan di Indonesia disusun menyesuaikan dengan kondisi dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Tidak bisa kita langsung mengadopsi kurikulum dari negara luar untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kebiasaan dan budaya di Indonesia berbeda dengan negara lain, bisa saja kita mengadopsi kurikulum negara lain asalkan dengan catatan harus di filter terlebih dahulu, ambil yang positif tinggalkan yang negatif.

Kurikulum pendidikan di Indonesia sudah bagus, tergantung bagaimana seorang akademisi dan pelaku pendidikan menerapkannya di dunia pendidikan. Kebanyakan yang terjadi, pelaku pendidikan tidak seluruhnya melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang sesuai apa yang telah tertulis di kurikulum, terkadang penggiat pendidikan melakukan improvisasi yang berlebihan sehingga tujuan dari kurikulum melenceng dari apa yang telah dituliskan.

Pendidikan karakter juga sangat penting ditanamkan sejak dini khususnya di lingkungan dunia pendidikan sebagai tempat utama pencetak cendekiawan. Pendididkan karakter akan sangat berguna dalam membentuk karakter peserta didik untuk menjadi manusia yang berbudi dan beradab. Manusia jika mempunyai karakter yang luhur sejak dini tentunya tidak akan mudah diprovokasi untuk melakukan hal-hal yang radikal. Perbuatan radikal berawal dari kurang kuatnya fondasi karakter seseorang sehingga mudah untuk digoyahkan dan diprovokasi. Pemikiran-pemikiran yang irasional, frustasi, dan sikap fanatik menjadi target sasaran utama dalam penyebaran faham radikalisme.

Selain itu, hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam mengembangkan dunia pendidikan adalah dengan cara membangun sarana prasarana yang merata agar terciptanya kualitas pendidikan yang merata di semua wilayah. Pemerataan sarana prasarana dan kualitas pengajar di Indonesia tentunya menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang saat ini masih belum terselesaikan.

Pemerintah dalam ini tidak lepas tangan begitu saja, pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin dan mencoba berbagai cara dalam memenuhi tugas pemerataan pendidikan yang merata hingga ke daerah-daerah terpencil. Akan tetapi, penyakit bangsa Indonesia yang saat ini belum tertuntaskan adalah maraknya korupsi yang menjadi momok yang harus dituntaskan secepat mungkin. Badai korupsi yang melanda Indonesia seakan tidak ada habisya, entah apa yang menjadikan semua ini. Jika terus demikian dibiarkan, Indonesia masih belum bisa maju, khususnya di bidang pendidikan.

Pendidikan yang tidak merata menjadikan adanya ketimpangan sosial antara masyrakat di desa dan masyarakat di kota, terlebih lagi masyarakat yang di wilayah Indonesia bagian timur yang wilayahnya kepualauan dan dikategorikan daerah terpencil atau tertinggal. Di saat anak-anak di kota sudah mengenal internet sebagai kebutuhan pokok, sedangkan anak-anak di daerah kepulauan masih disibukkan mencari kayu bakar untuk memasak setiap harinya. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan sila ke-5 pancasila yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam hal membenahi dunia pedidikan adalah kurangnya kompetensi guru yang sesuai, terutama di daerah-daerah tertinggal atau terpencil. Banyak sekali kita temukan sekolah-sekolah di Indonesia timur. Di daratan Papua misalnya, banyak sekolah jumlah gurunya tidak seimbang dengan jumlah muridnya bahkan ada sekolah yang tidak mempunyai guru. Entah apa yang menjadi sumber masalah ketidak sediaan guru mengajar di daerah pedalaman seperti papua? Menurut beberapa informasi dari berbagai sumber yang kita baca, mahalnya biasa hidup di daerah pedalaman menjadi salah satu faktor utama guru enggan berlama-lama mengabdikan diri di daerah tertinggal dan terpencil seperti Papua. Bukan hanya di tanah Papua yang mengalami hal seperti itu, di daerah kepulauan Ambon dan Nusa Tenggara pun nyaris mengalami hal serupa. Kurangnya infrastruktur menjadi kendala utama untuk mengakses daerah-daerah yang terisolir sehingga enggan pendatang menginjakkan kaki di daerah tersebut.

Kompetensi guru yang kurang memadai menjadi salah satu dasar tertinggalnya pendidikan di Indonesia. Pemerintah sebenarnya sudah berupaya semaksimal mungkin melakukan kegiatan yang bisa meningkatkan kemampuan kompetensi guru, hanya saja implementasi yang kurang sesuai membuat kegiatan yang sudah direncanakan dan dilaksanakan tidak mencapai target yang diharapkan.

Memberikan label professional kepada seorang guru hanya sebatas kegiatan ceremonial untuk mendapatkan berbagai tunjangan, namun hal ini tidak diimbangi dengan kinerja yang sesuai harapan. Kurang adanya pengawasan dari instansi terkait membuat tenaga pengajar pun merasa dalam posisi zona nyaman dan bermalas-malasan dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Pelatihan-pelatihan pun sudah dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi pendidik, hanya saja setiap kali kegiatan usai, mereka enggan mengimplementasikan ilmu yang didapatkan selama kegiatan dan lebih memakai cara mereka sendiri yang dianggap simple, praktis, dan tidak memberatkan diri sendiri tentunya.

Kesadaran diri sebagai seorang pendidik tentunya untuk mengabdikan diri bagi dunia pendidikan diharapkan bisa lebih maksimal guna mencetak penerus bangsa yang bisa dibanggakan oleh bangsa Indonesia di kemudian hari. Peningkatan kompetensi pendidik tentu diharapkan bisa lebih ditingkatkan untuk menciptakan inovasi yang bisa bermanfaat bagi dunia pendidikan pada umumnya dan bagi peserta didik khususnya.

 

Saran untuk pemerintah.

Pemerintah yang telah merencanakan program-program yang baik bagi dunia pendidikan pada khususnya dan bagi kemajuan Indonesia pada umumnya, tentu tidak ingin menyaksikan apa yang telah direncanakan hanya menjadi pepesan kosong yang tidak ada artinya. Berbagai elemen masyarakat harusnya dilibatkan dalam hal pengawasan pendidikan agar terciptanya pendidikan Indonesia yang lebih maju lagi di kemudian hari.

Pendidikan yang merupakan ujung tombak kemajuan Indonesia merupakan sebuah aset berharga yang harus dijaga dan diselamatkan agar tidak disusupi dan disalah gunakan oleh oknum-oknum yang mempunyai kepentingan menggerus keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pendidikan yang menjadi harapan bangsa indonesi mampu mencetak generasi penerus bangsa yang bisa mengharumkan nama bangsa Indonesia di mata dunia perlu dijaga dan diperhatikan lebih intensif demi tercapainya tujuan pendidikan nasional sesuai harapan pemerintah dan kita semua.

Pemerataan pendidikan harus lebih diperhatikan untuk mewujudkan pemerataan pendidikan sesuai yang ditelah diamanatkan sila ke-5 pancasila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pemeretaan sarana prasarana dan tenaga pendidik menjadi sorotan utama pemerintah yang hingga saat ini masih belum terselesaikan. Kasus ini terus menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang tak kunjung selesai mulai dari orde lama hingga reformasi sekarang ini.

Tidak perlu saling menyalahkan dalam hal ini, semua elemen masyarakat mempunyai andil besar dalam permasalahan ini. Pemerintah tentunya sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mencari solusi dari permasalahan ini, apalah daya program yang telah direncanakan pemerintah jika tidak adanya dukungan dari masyarakat pemerhati pendidikan tentunya program sebagus apapun tidak akan mencapai target yang sudah ditetapkan.

Penanaman pendidikan karakter sejak dini juga harus diperhatikan guna memproteksi diri dari aksi-aksi radikalisme yang sedang melanda bangsa Indonesia sekarang ini. Pendidikan karakter yang diharapkan mampu membentuk karakter peserta didik dan mampu menjadi pelindung dari serangan-serangan radikalisme yang sudah masuk kedalam paham-paham dianut masyarakat. Paham yang salah diimbangi proteksi diri yang kurang kuat akan lebih mudah masuk dan diterima oleh akal manusia sehingga menciptakan aksi-aksi radikal yang berpotensi bisa memecah belah keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.

Pengawasan orang tua dalam hal penggunaan media sosial dan internet bagi anak-anaknya tentunya menjadi pembelajaran di rumah yang perlu dicanangkan. Kebebasan mengakses informasi yang tidak sesuai akan memicu timbulnya faham-faham radikal yang berpotensi anarkis yang mengancam kedaulatan bangsa Indonesia. Faham dan aksi radikal tidak melihat dari kalangan apapun dan manapun, bagi siapa saja yang fondasi dirinya kurang kuat akan menjadi target utama faham radikal untuk menanamkan bibit-bibit radikalisme kepada kita. Oleh karena itu proteksi diri dengan menanamkan rasa cinta tanah air dan pemahaman agama yang benar akan menjadi perlindungan diri yang paling ampuh melawan aksi radikalisme.

Demi terciptanya generasi muda yang bisa mengharumkan nama bangsa Indonesia di suatu hari nanti, mari kita benahi dan awasi dunia pendidikan kita agar tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang bertujuan untuk menggerus kedaulatan negara demi kepentingan mereka. Generasi muda yang menjadi tumpuan masa depan bangsa ini jangan biarkan masuk kedalam lingkaran faham radikalisme yang bisa menjadi boomerang untuk menyerang bangsa Indonesia sendiri.

Marilah kita jaga keutuhan dan kedaulatan bangsa Indonesia agar anak cucu kita kelak masih bisa menikmati keindahan bangsa Indonesia ini yang subur dan gemah rimah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa kepada masyarakat bumi pertiwi. Jangan biarkan anak cucu kita hanya mendengar cerita tentang keindahan dan kekayaan tanah bumi Indonesia ini.

Demi menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang disegani oleh bangsa-bangsa lain dan tidak lagi dianggap sebelah mata oleh negara lain khusunya di bidang pendidikan maka kita semua wajib meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia agar sejajar dengan pendidikan di negara-negara maju lainnya.

*******

 

 

 

0 Post a Comment:

Posting Komentar