MENYOROT KELEMAHAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN PROFESI GURU
Achmad Hambali,S.Pd.,Gr.
Masih begitu banyak permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, dalam hal ini berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap guru. Beberapa kenyataan yang dihadapi guru, sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi yang wajar adalah seperti berikut:
a. Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya
b. Pembinaan dan pengembangan profesi serta pembinaan dan pengembangan karir guru yang belum sepenuhnya terjamin.
c. Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guru untuk
memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan profesional.
d. Pembayaran gaji atau honorariurn guru yang tidak wajar.
e. Arogansi oknum pemerintahan, masyarakat, orang tua, dan siswa terhadap guru.
f. Mutasi guru secara tidak adil dan atau sermena-mena.
g. Pengenaan tindakan disiplin terhadap guru karena berbeda pandangan dengan kepala sekolahnya.
h. Guru yang menjadi korban karena bertugas di wilayah konflik atau di tempat (sekolah) yang rusak.
Kita tidak menutup mata terhadap ulah beberapa guru yang tidak mengerti esensi dalam mendidik. Demikian pula sikap orang tua/masyarakat yang mulai mengalami pergeseran dalam memandang profesi guru. Mereka terlalu banyak menuntut guru agar dapat mengantarkan peserta didik sebagai masyarakat terdidik, namun tidak seiring dengan penghargaan dan perlindungan yang diberikan.
Secara yuridis, UU Perlindungan Guru telah termuat dalam UU No 14/2005 yang dipertegas lagi dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 10 Tahun 2017 tentang perlindungan bagi pendidik dan tenaga kependidikan, yang menyebutkan bahwa Pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Namun, implementasi terhadap UU tersebut masih belum terlaksana. UU tersebut lebih banyak disoroti sebagai kekuatan hukum atas peningkatan kesejahteraan guru, sementara perlindungan terhadap profesi guru seringkali lepas dari perhatian. implementasi kekuatan UU tersebut masih tak terlihat berkontribusi terhadap nasib guru sebagai tenaga pendidik.
Secara yuridis-normatif konsep perlindungan dalam UU tersebut mengandung kelemahan, belumlah konkrit, tuntas, dan operasional atau aplikatif. Kelemahan konsep perlindungan terhadap guru diantaranya adalah:
1. Apakah perlindungan hanya sebatas ketika guru melaksanakan tugas mengajar dalam kelas, dalam lingkungan sekolah, atau melekat selama yang bersangkutan berstatus sebagai guru?
2. Pasal 39 ayat (2) dan (3) tidak mengakomodir perlindungan terhadap guru sebagai pelaku tindak kekerasan, diskriminasi, atau lainnya. Dengan demikian, secara normatif, pasal 39 ayat (2) dan (3) tidak melindungi guru manakala guru menjadi pelaku tindak pidana.
3. Suatu norma hukum baru efektif kalau norma tersebut ditopang oleh dua aspek lain, yaitu infrastruktur/lembaga penegaknya dan budaya hukumnya.
Masalahnya, siapa yang bertugas menegakkan pasal 39 ayat (2) dan (3) Undang-undang tersebut? Selanjutnya, bagaimana mekanisme (due process) perlindungan itu?
Dari perspektif budaya hukum, masyarakat Indonesia memang sudah terpola untuk memberi penghormatan terhadap guru. Namun, penghormatan tersebut belumlah berarti memberikan perlindungan.
Untuk itu, pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memerlukan peraturan implementatif yang lebih rinci. Beberapa kasus yang terjadi berkaitan dengan perlindungan terhadap guru dalam profesinya memerlukan klarifikasi atau penjelasan hukum dalam penyelesaiannya.
Undang-undang ini perlu diderivasi hingga ke tingkat prosedural penanganan kasus. Hal ini sangat penting mengingat guru juga menjadi subjek dan objek hukum pidana dan perdata, undang-undang ketenagakerjaan, dan undangundang antiterosisme.
0 Post a Comment:
Posting Komentar